Kisah sebotol sopi demi hidup di NTT
Ketika banyak orang muda dan lelaki beristri meninggalkan kampung untuk mencari kerja di Malaysia, Kalimantan dan Papua, Petrus Haki Liu (42) tak sedikitpun kepincut. Lelaki tiga anak ini tetap setia dengan pekerjaannya sebagai pemasak sopi (minuman tradisional khas NTT sejenis arak). Pekerjaan itulah yang membuat ia dan keluarganya bertahan hidup di tengah kegersangan di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Minuman Sopi beralkohol tinggi dan berasal dari hasil penyulingan dari air Pohon Lontar. Sopi telah menjadi minuman khas yang tak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat TTU pada umumnya. Dari sekadar kumpul-kumpul hingga upacara adat, sopi selalu ada.
Petrus pun berkisah. Sejak menjadi 20 tahun lalu, hidup ia dan keluarga sepenuhnya bergantung pada hasil penjualan sopi. Jika keadaan sepi, sehari ia bisa menghasilkan 4 botol sopi atau seharga Rp 40.000. Namun pada bulan ramai (Agustus-Oktober) permintaan sangat tinggi dan dia bisa menghasilkan Rp 1 juta dalam seminggu.
"Sekarang lagi musim sepi karena hujan sudah turun. Paling-paling saya hanya bisa dapatkan 12 liter air nira. Jika dimasak, air nira menghasilkan 4 botol sopi," cerita Petrus kepada saya di kediamannya yang sederhana di Desa Lanaus, Kecamatan Insana Tengah, Kabupaten TTU, Kamis (10/12/2015).
Tak hanya Petrus, sebagian besar warga di desa ini juga menjadi pemasak sopi. Karena kualitas sopinya yang baik, desa ini dijuluki sebagai Kampung Sopi dan kerap didatangi oleh penjual sopi dari Kota Kefamenanu dan dari wilayah lainnya.
"Sopi di sini di masak dengan periuk tanah dan disuling dengan pohon bambu. Meski hasilnya tidak sebanyak hasil masakan dengan menggunakan drum bekas, namun kualitasnya sudah dikenal di luar," cerita Petrus.
Ketika saya berkesempatan mengunjungi wilayah itu, hal yang sangat dirasakan adalah kondisi alam yang begitu gersang. Kampung sopi berjarak 35 km dari Kota Kefamenanu. Beberapa pondok di dekat rumah mereka terlihat mengepulkan asap, tanda adanya aktivitas penyulingan sopi.
Sopi yang mereka hasilkan dijual secara eceran maupun borongan. Beberapa di antara mereka mempunyai langganan tetap di Kota Kefamenanu yang nantinya dijual kembali dengan harga yang berbeda tentunya.
"Sekarang saya batasi langganan karena hasil air dari Pohon Lontar sudah berkurang. Kalau sudah musimnya nanti, penghasilan kami juga semakin baik," ujar Petrus.
Adapun proses penyulingan sopi ini menggunakan wadah periuk tanah yang dihubungkan dengan sepotong bambu besar yang telah dilubangi di dalamnya. Dengan bara api yang menyala, perlahan-lahan air dari Pohon Lontar menjadi uap yang kemudian menjadi titik-titik air. Air itulah yang dinamakan sopi dengan kandungan alkohol yahg sangat tinggi.
"Kenapa orang senang dengan rasa sopi di sini ya karena kami masak dengan wadah periuk tanah dan bambu. Jika pakai drum bekas hasilnya memang banyak tapi rasanya tidak enak," tutup dia.
Comments
Post a Comment