Nasib Ahok Ditentukan Sikapnya
Ibarat sudah jatuh ditimpa tangga pula. Mungkin itulah kata yang tepat bagi Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
Kalah telak di Pilkada DKI 2017 kemarin dengan selisih lebih dari 10 persen, Ahok harus menghadapi kenyataan pahit. Mantan Bupati Belitung Timur itu dituntut dengan pidana maksimal yakni 1 tahun dan 2 tahun masa percobaan oleh Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini.
Jaksa berkeyakinan Ahok bersalah dan terbukti menistakan agama sesuai pasal 156 KUHP dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perbuatannya dinilai meresahkan warga kebanyakan.
Menurut pengamat politik Univesitas Padjajaran Idil Akbar, kekalahan Ahok bersumber dari kedisukaan publik karena kebijakannya yang kurang pro-rakyat seperti penggusuran, dan terutama tekanan sebagian warga Jakarta karena kasus penistaan agama.
Akibatnya, kata Idil, suara sebagian warga yang dulunya berpihak kepada Ahok lari ke pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Idil menambahkan, Ahok-Djarot gagal meyakinkan pendukung Agus Yudhoyono-Silvia Murni pada massa kampanye.
"Beberapa keputusannya yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat kecil menjadi alasan masyarakat Jakarta tidak mau memilihnya, ditambah juga karena faktor pengaruh dinamika politik yang berkembang," kata Idil beberapa waktu lalu.
Sedangkan, kemenangan Anies-Sandi kata Idil karena faktor sosiologis. Intesitas kampanye ke warga DKI yang berkeyakinan muslim disebutnya berpengaruh positif kepada pasangan yang diusung oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sosial itu.
Menariknya, kata Idil, pentingnya dukungan umat muslim ini justru baru disadari Ahok-Djarot beberapa pekan sebelum pencoblosan kemarin. Hanya, kata Idil, umat muslim sudah terlanjur mendukung Anies-Sandi.
"Belakangan kita bisa lihat contoh bagaimana Djarot mulai mendekat ke jamaah (Islam) dan sudah terlambat," ucapnya.
Masa Percobaan Meringankan Ahok
Sesuai ketentuan hukuman pidana percobaan yang diatur dalam Pasal 14a ayat 1 KUHP, Ahok tidak perlu menghuni penjara selama 1 tahun, asalkan dalam 2 tahun ke depan Ahok berkelakuan baik. Masa percobaan ini dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap kepada terpidana sesuai Undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 14b ayat 2.
Sementara itu, anggota tim penasihat hukum Ahok, I Wayan Sudirta menyatakan surat tuntutan jaksa yang menuntut kliennya selama 1 tahun penjara berarti tak perlu dipenjarakan.
Dia menuturkan selama tak ada putusan berkekuatan hukum tetap dalam kurun waktu dua tahun, maka Ahok tak perlu dipenjara.
Dia mengatakan tuntutan itu sebenarnya tak perlu dilakukan karena jaksa menyebut peranan Buni Yani, mantan dosen komunikasi di London School of Public Relation (LSPR), terkait dengan penyebaran video Al Maidah.
"Kalau tak ada hukuman yang berkekuatan hukum tetap, maka Basuki tak perlu dipenjara," kata Sudirta usai menghadiri sidang pembacaan tuntutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan (20/4).
Ahok sendiri enggan berkomentar lebih jauh atas tuntutan jaksa ini. Dia meminta warga menunggu pembacaan pledoi.
Ahok Harus Dibebaskan
Advokat sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus Advokat sekaligus Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia Petrus Selestinus menilai tuntutan Ahok satu tahun dan dua tahun percobaan sarat politis.
Petrus mengatakan, Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengabaikan fakta hukum dan lebih mempertimbangkan tekanan publik.
"Kejaksaan sebagai wakil negara harus bersikaf sportif dan realistis terhadap fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan dan fakta-fakta sosial yang berkembang di tengah masyarakat," kata Petrus.
Sarat politik dan lebih mendengar tekanan massa ini, kata Petrus dilihat dari ketergesa-gesaaan waktu untuk penyelesaian penyidikan di Polda Metro Jaya. Selain itu, menurutnya tuntutan JPU juga turut memberikan gambaran nyata bahwa kedua institusi dalam kasus Ahok berada di bawah tekanan massa.
Akibatnya, lanjut Petrus, dari aspek profesionalisme dan due prosess off law banyak hak Ahok tidak diakomodir secara memadai dalam penyidikan maupun penuntutan.
"JPU enggak menahan lama-lama bola panas kasus Ahok untuk dianalisis atau dikaji apakah BAP," ucapnya.
Diketahui, seiring Ahok dinyatakan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, serangkaian aksi besar-besaran dilakuan oleh umat Islam di Jakarta. Mereka menilai Ahok menistakan agama gara-gara pidatonya di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Menurut Petrus, dari aspek kesempurnaan berkas hasil penyidikan, JPU sesungguhnya bisa saja menghentikan penuntutan perkara ini atau mengembalikan berkas hasil penyidikan ke Polda Metro disertai dengan petunjuk untuk disempurnakan atau dihentikan penyidikannya melalui SP3.
Alasannya, kata Petrus, 90 persen saksi fakta yang diajukan oleh pelapor tidak mendukung dakwaan JPU atas sangkaan kedua pasal yang dituduhkan. Begitu pula dengan saksi ahli yang begitu banyak diajukan oleh JPU mayoritas menyatakan tidak terdapat unsur penistaan seperti dimaksud dalam pasal 156 ataupun 156a KUHP.
"Karena aparat negara tidak cukup daya dukung yang memadai dan aras dasar pertimbangan politik prakatis, maka dengan segala kekurangan dan kelemahan yang ada bola panas ini dilimpahkan ke persidangan," katanya.
Melihat fakta ini, kata Petrus, Kejaksaan harus membebaskan Ahok dari semua dakwaaan, baik terhadap dakwaan alternatif pertama maupun alternatif dakwaan kedua.
Pembebasan Ahok menurutnya dapat menunjukan eksistensi negara dalam menegakan hukum yang reformis dan konsisten pada aspek penegakan hukum dan HAM.
"Dengan demikian unsur politik dan aroma politik yang dominan dalam kasus Ahok bisa diminimalisir dan harus dijadikam budaya politik hukum yang sehat dalam hukum pidana kita saat ini," katanya.
Comments
Post a Comment