Dari Cikeas menuju DKI 1
Agus resmi menjadi calon gubernur bersama Deputi Gubernur bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI, Sylviana Murni. Keduanya diusung empat partai, Demokrat, PKB, PPP dan PAN.
Rabu (21/9), SBY mengumpulkan elite dari tiga parpol di kediamannya di Cikeas, Bogor. Mereka adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PPP M Romahurmuziy dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Pertemuan itu membahas calon yang akan diusung setelah Gerindra dan PKS mengajukan nama Sandiaga Uno dan Mardani Ali Sera.
"Dari hasil survei internal, termasuk Sandiaga enggak ada peningkatan. Stagnan. Kita juga cemas. Dan para ketum ini berkumpul di rumah Pak SBY," kata Ketua DPW PAN DKI Jakarta, Eko Patrio kepada merdeka.com di Wisma Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/9) malam.
Menurut Eko, dalam rapat malam itu mereka kesulitan untuk mendapatkan sosok yang tepat untuk dicalonkan. Selain komunikasi dengan poros Gerindra-PKS terus dilakukan, beberapa kali rombak ulang nama dilakukan. Sempat muncul nama Chairul Tanjung, tapi ditolak oleh Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
Bongkar pasang nama berlangsung hingga Kamis dini hari. Hasilnya, Agus dan Sylviana maju ke pertarungan Pilgub DKI. Padahal, kata Waketum Demokrat, Roy Suryo, Agus baru mendapat kabar itu sehari sebelum dicalonkan. Rabu (21/9) Agus masih di Darwin, Australia bersama pasukannya.
"Kenapa ulur-ulur di Cikeas ya karena kita menunggu konfirmasi dari Mas Agus," kata mantan Menpora ini.
Demi dinasti politik?
Di balik pencalonan Agus, nama SBY tetap dikaitkan. Agus disebut-sebut bakal meneruskan cita-cita SBY untuk memimpin Partai Demokrat. Wakil Ketua DPW PKB, Abdul Aziz mengatakan, nama Agus diusulkan oleh Demokrat dalam pertemuan di Cikeas malam itu. "Itu hasil berembuk, Demokrat juga usul," kata Aziz beberapa waktu lalu.
Namun, menurut Eko, tiga partai (PKB, PAN dan PPP) menjadi inisiator awal memunculkan nama Agus. SBY, kata dia hanya bilang, "Coba cari calon yang lain." Tapi, lanjut Eko, SBY disebut menyerahkan keputusan kepada Agus.
Eko mengatakan, nama Agus muncul juga seiring munculnya nama Mardani Ali Sera yang sudah terlebih dahulu diusulkan PKS. Namun, kata Eko, Mardani kurang berpotensi dan dimunculkan secara sepihak oleh PKS.
"Tak ada lagi nama lain. Mardani itu siapa coba, komunikasi dengan kita saja tidak," jelas Eko.
Mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie mengatakan SBY tidak begitu saja mengusung putra sulungnya di Pilgub DKI. Bahkan ketika Agus kalah, SBY sudah menyiapkan tempat bagi suami Annisa Pohan itu.
"Alternatif terburuk, Agus akan memimpin partai, kalau kalah di DKI. Itu semua sudah dihitung oleh SBY," ujar Marzuki.
Pukul 01.00 WIB Agus harus mengambil keputusan. Dia dihadapkan dengan suatu pilihan yang sulit. Karier militer selama 15 tahun bukan sekedar perkara waktu. Dalam kurun waktu yang sekian itu, Agus tentu sudah mendarah-daging pada institusi.
"Tepatnya jam 01.00 WIB tengah malam, saya harus tentukan pilihan dan ambil keputusan yang tidak mudah. Apakah saya jalankan karier saya di militer atau jalani di lingkungan berbeda," kata Agus di DPP Demokrat, Jakarta, Jumat (23/9).
"Sejak pagi tadi saya ikuti respons dan reaksi dari berbagai kalangan yang tentu sangat beragam. Namun saya pahami banyak yang merasa sedih, dan menyayangkan keputusan yang saya ambil tersebut karena merasa bahwa saya memiliki karier dan masa depan yang baik di TNI," katanya.
"Tapi dengan hati yang tulus saya meyakinkan perasaan cinta dan bangga saya terhadap institusi TNI yg telah melahirkan dan juga menempa saya tidak akan pernah pudar," kata Agus sembari menahan sedih dan meneteskan air mata.
"Pada kesempatan yang baik itu pula izinkan saya untuk ucapkan rasa terima kasih hormat dan juga bangga saya pada atasan, senior yang telah mendidik saya selama ini, rekan-rekan perwira yang telah bekerja bersama. Serta seluruh prajurit" pungkasnya.
Terkait munculnya nama Agus ini, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai poros Cikeas kesulitan mencari lawan tangguh bagi petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Agus juga dianggap sebagai eksperimen politik dari para parpol pengusungnya.
"Parpol kesulitan mencari lawannya ahok, makanya mereka mencari wajah baru. Untuk sosok yang terlanjur disosialisasikan ternyata elektabilitasnya tidak terlalu meningkat dan diperkirakan akan sulit berkembang, jadi lebih baik mencari wajah baru, melakukan eksperimen politik," kata Qodari di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (24/9).
Bagaimanapun, lanjut Qodari, langkah Agus untuk bisa menandingi Ahok sangat sulit. Agus harus bergerak masif melakukan sosialisasi ke warga DKI dalam rentang waktu 5 bulan sebelum pemungutan suara. Akan tetapi, faktor yang bisa membantu mendongkrak perolehan suara Agus adalah nama besar dan pengaruh ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono. Qodari menyebut Agus bisa menang apabila SBY serius mengerahkan pendukungnya di Jakarta untuk membantu proses pemenangan itu.
"Amat sangat besar, beliau adalah mantan presiden yang mempunyai pendukung. Yang kedua para tokoh-tokoh politik melihat Pak SBY dan belum melihat Mas Agus, karena Agus masih sangat junior di dunia politik," jelas dia.
"Menurut saya peran Pak SBY sangat penting dan besar, nanti kita lihat bagaimana kesungguhan Pak SBY. Kalau Pak SBY maksimal maka daya dongkrak (suara) akan tinggi, tetapi kalau tidak maksimal, akan sulit Agus akan menang," tandas Qodari.
(Tulisan ini sudah dimuat di merdeka.com)
Comments
Post a Comment