4 November dan stigma teroris

Saya masih yakin aksi demo 4 November 2016 tetap pada tuntutan untuk memperkarakan Basuki T Purnama (Ahok) secara segera. Kita juga tak bisa melarang Front Pembela Islam dan sejumlah ormas keagamaan untuk mengadakan aksi ini. Hak konsitusional di zaman demokrasi. Silakan. Asal tidak anarkis.

Namun, berbagai spekulasi tentang bela Islam sudah tersebar di mana-mana. Sejalan dengan itu, isu adanya penyusupan gerakan Islam radikal dan ISIS muncul jelang demo ini menjadi kekhwatiran sendiri. Muncul pula pesan untuk berhati-hati muncul di grup Watshapp, Facebook, BBM. Tapi tenang, aparat sudah bersiaga. Densus 88 sudah disiagakan di sejumlah tempat strategis.

Tahun 2001 agama Islam mulai mengalami keterpurukan dalam tragedi 11 September. Pengeboman gedung World Trade Centre di New York menjadi awal dari semua identitas yang melekatkan buruknya citra Islam di mata internasional. Islam bahkan identik dengan terorisme. Apalagi Amerika Serikat dan sekutunya mulai mengatakan perang pada teroris seperti al-Qaeda.

Selain itu, riwayat teroris di Indonesia memang tak lepas dari aksi teror yang dilakukan oleh kelompok militan Jemaah Islamiyah yang berhubungan dengan al-Qaeda ataupun kelompok militan yang menggunakan ideologi serupa dengan mereka.

Sejak tahun 2002, beberapa 'target negara Barat' telah diserang. Korban yang jatuh adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang paling mematikan adalah Bom Bali 2002.

Apabila demo ini betul-betul digunakan oleh penyusup, maka bukan tidak mungkin citra Islam Indonesia akan menjadi buruk. Di mata dunia, Indonesia itu dikenal sebagai negara toleran, pemeluk muslim terbanyak dan selalu menjadi promotor perdamaian dunia terlebih di negara-negara konflik di Timur Tengah. Dunia bahkan berkali-kali mempercayakan Indonesia sebagai juru damai di tengah konflik dunia.

Kekhwatiran itulah yang diserukan Ketua PBNU, KH. SaId Aqiel Siraj dalam pidatonya. Dia melarang agar semua partisipan NU baik GP Anshor, pemuda-pemuda NU, mahasiswa NU, dan PMII agar tidak ikut berdemo.

"Sekarang keadaan dan isu semakin liar tak terkontrol, bukan lagi soal politik Pilgub DKI, tapi lebih besar dan rumit lagi, RADIKALISME AGAMA menemukan momentumnya," kata Said dalam pidatonya.

"Kaum nahdliyin boleh pecah soal dugaan penistaan agama oleh Ahok, biarlah hukum yang menyelesaikan kasus Ahok dan lawannya itu. Tapi, kita tidak boleh lengah sedikitpun dgn susupan-susupan kaum radikal, titipan-titipan isu yang membahayakan NKRI, stabilitas nasional dan toleransi antar umat beragama," lanjutnya.

Menurut dia gerakan penyusup adalah bukan menargetkan Ahok. Islam Indonesia juga Islam itu sendiri pada dasarnya moderat, mencintai perdamaian bakal diganti dengan Islam yang keji dan bengis.

"Target utama mereka bukan Ahok, terlalu kecil!, Ahok hanya entry point, target mereka hancurnya Islam moderat di Indonesia, Islam yang ramah diganti dengan Islam yang penuh kebencian seperti yang meluluhlantakkan negara-negara Timur Tengah. Hawanya cukup terasa, semua isu keagamaan dan politik akhir-akhir ini rawan sekali ditunggangi, jangan mudah termakan isu apalagi mudah marah sesama Muslim," tegasnya.

"Mari saling mengingatkan untuk sesama, meski resiko dibully. Jangan sedikitpun takut dibenci, takutlah melihat saudara-saudara kita yang awalnya ramah semakin mudah membenci," tutupnya.


Comments

Popular posts from this blog

Nasib rumah para jenderal korban peristiwa 65

Perjuangan melawan kemiskinan di perbatasan TTU

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi