Bela agama kok di Jakarta!


Judul ini bukan datang dari saya. Seorang sahabat di daerahlah yang menautkan ini di laman Facebooknya.  Dalam laman komentar, tak lupa dia menyebut tidak dalam posisi membela Basuki T Purnama (Ahok) yang menjadi target demostrasi 4 November mendatang. Menurut dia, yang dilawan oleh setiap agama adalah penindasan.

Juga saya masih menikmati secangkir kopi dan memikirkan tautan Facebook dari rekan kantor. Dia menulis begini 'Makin serem-serem isi timeline Facebook... udah kaya di jalur Gaza...' Duh Tuhan, jangan deh. Deliver us from the tempation! Itu celetuk saya dalam hati.


Wilayah ibukota diprediksi bakal dibanjiri massa pada 4 November nanti. Dilansir dari situs Detik.com, massa yang berdemo dilaporkan berjumlah 100 orang. Dan demo besar-besaran ini akan dikawal 18 ribu personel gabungan TNI, Polri dan Satpol PP.

Gelombang demostrasi ini merupakan kelanjutan demo beberapa hari lalu di Balaikota DKI Jakarta. Front Pembela Islam (FPI) dan sejumlah ormas keagamaan menuntut sikap kepolisian untuk menyidik segera Ahok yang dinilai menistakan agama. Dugaan penisataan agama yang dilakukan Ahok tatkala dia mengunjungi warga di Kepulauan Seribu.

Di tempat ini, Ahok menyentil Surat al Maidah 51 yang menyulut kemarahan sebagaian umat Muslim. Di pihak Ahok, mantan Bupati Belitung Timur ini mengaku sudah pasrah, toh sudah meminta maaf dan sudah memenuhi panggilan Bareksrim Polri.

Tapi dengar-dengar, selain FPI dan ormas keagamaan, politikus Fahri Hamzah dan Fadli Zon juga akan ambil bagian dalam demo ini. Apakah membawa nama wakil rakyat di Senayan! Tak apalah. Itu urusan mereka. Toh Fahri dan Fadli sudah sejak lama 'menaruh dendam' kepada Ahok terkait kasus RS Sumber Waras.

Perlukah agama dibela?

Seruan membela agama terlihat menjadi inti dalam demo ini. Seruan itu dilayangkan Ketua Umum FPI Habib Rizieq. Tak tanggung-tanggung, dengan pakaiyan khas jubah dan sorban putih, sang habib menyerukan segenap umat muslim untuk turun ke jalan ikut berdemo. Dia meminta agar sekolah diliburkan dan bila perlu PNS juga ikut ambil bagian dalam demo ini. Kok sebegitunya yah!

Di luar demo Ahok, saya teringat akan sepucuk surat yang dikirim Mgr. A. Soegijapranata pada 17 Juli 1943. Surat itu ditujukan penguasa Jepang yang menganggap Gereja Katolik sebagai antek Belanda. Gereja saat itu menghadapi ancaman penyitaan  dan pengambilalihan oleh tentara Jepang sebab semua yang berbau Barat dicurigai sebagai lawan. Surat Soegijapranata ini menyelamatkan Gereja dari nasib buruk, dan umat Katolik dapat beribadah tanpa gangguan.

Perlukah Tuhan dibela oleh pemeluknya! Apakah Tuhan Yang Maha Kuasa itu sekarang sudah lemah sehingga ia harus dikuatkan dengan pembelaan manusiawi? Manneke Budiman, dosen Fakultas Ilmu Budaya UI dalam kesempatan  membahas surat A. Soegijapranata tadi mengatakan, pada saat tertentu agama (gereja) perlu dibela. Kapan? Ya dalam situasi genting yang mengancam kelangsungan hidup. Dan hal itu dilakukan Soegijapranata melalui suratnya. Sebab, kata Manneke, gereja adalah institusi yang tidak memiliki pasukan perang. Dan setiap umat perlu membela dengan caranya. Tapi dengan catatan, hanya dalam keadaan genting.

Saya sendiri menjauhkan diri dari polemik Ahok. Itu urusan Ahok, bukan saya. Tapi dari sudut pandang yang berbeda saya coba melihat gelombang demonstrasi ini dengan sebuah kemauan untuk memaafkan. Ahok sudah meminta maaf tapi rupanya itu tidak cukup.

Kalaupun karena ketidaksukaan karena tidak ingin Ahok jadi gubernur lagi, ya sederhana. Ahok jangan dipilih. Toh itulah yang dikatakan Ahok selama ini. Tapi itulah, yang dibawa sekarang adalah urusan agama. Jadi lebih baik menikmati kopi sambil menonton demo Ahok nanti pada tanggal 4 November. Apakah jadi sejarah! Deliver us from tempatation...


Comments

  1. kalau belum penuh itu isi otak.g ush bacot.baca sejarah,baca berita,nuntut ilmu dl yg benar baru ngoceh.ada yg ge ngerti tanya ama pakarnya,cari kiyai,pendeta,biksu,buat nanya.jgn ngoceh ga ada juntrungan.

    ReplyDelete
  2. Hhehee kalem mas. Mari merawat Indonesia

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Nasib rumah para jenderal korban peristiwa 65

Perjuangan melawan kemiskinan di perbatasan TTU

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi