Survei LSI yang menyudutkan Ahok


Polemik kasus dugaan penistaan agama menjadi beban berat bagi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tak hanya aksi demo besar-besaran yang populer disebut aksi bela Islam 411, Ahok juga berkali-kali ditolak oleh sekelompok orang ketika melakukan blusukan.

Ahok sebenarnya sudah cukup kompromitif. Sebelum aski 411, dia tak malu mendatangi Bareskrim Polri atas video yang disebarkan Buni Yani. Bahkan, Ahok juga mengaku rela dipenjara daripada harus mundur dari Pilkada DKI 2017.

Polemik penistaan agama ternyata berimbas pada tingkat elektabilitas Ahok. Hal ini dilihat dari hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Namun dengar-dengar, LSI adalah salah satu lembaga survei yang kerap menyudutkan Ahok.

"Turun di survei ya enggak apa-apa, itu kan memang LSI dari sejak pilkada Babel membela Eko Maulana Ali, dari dulu dia (LSI) begitu," kata Ahok di kediamannya, di kawasan Pluit, Jakarta Utara, Jumat (10/11).

Berdasarkan data LSI, tingkat elektabilitas Ahok-Djarot bulan November 2016 hanya sekitar 24,6 persen. Angka itu jauh menurun jika melihat hasil survei pada bulan Maret 2016 yang mencapai 59,3 persen.

Survei dilakukan dari tanggal 31 Oktober hingga November 2016 dengan responden 440 diwawancara secara tatap muka menggunakan metode Multi Stage Random Sampling, dengan margin of error 4,8 persen.

Meski elektabilitas pasangan nomor urut dua itu merosot, angka tersebut masih unggul tipis dibandingkan tingkat keterpilihan dua pasangan cagub dan cawagub lainnya. Saat ini, elektabilitas pasangan Agus-Silvi berada di angka 20,9 persen, sedangkan Anies-Sandi 20,0 persen. Sementara masih terdapat 34,5 persen swing voter.

Menurut LSI, salah satu penyebab utama menurunnya elektabilitas Ahok-Djarot adalah berkurangnya jumlah pemilih muslim di ibu kota yang jumlahnya mencapai 90,90 persen. Sebab pada survei Oktober kemarin, Ahok di pemilih muslim masih di angka kurang lebih 27 persen, sekarang hanya di angka 18 persen.

Adjie Alfaraby mengatakan posisi pasangan Ahok-Djarot dinilai sangat rawan, bahkan perlu mewaspadai manuver politik pasangan lainnya. Mengingat berdasarkan data yang ada saat ini, elektabilitas Ahok-Djarot unggul tipis yaitu sebesar 24,6 persen, sementara Agus-Silvi 20,9 persen, Anies-Sandi 20,0 persen. Sedangkan sisanya sebesar 34,5 persen masih belum menentukan pilihannya.

Lembaga yang sarat kepentingan

Keberadaan lembaga survei memang sangat urgen. Hasil temuannya bisa menjadi acuan dalam sebuah keputusan, termasuk perhelatan Pilkada DKI 2017.

Tapi yang tak bisa dipungkiri adalah kecendrungan yang berpihak. Banyak lembaga survei muncul tiba-tiba dan mati begitu Pilkada selesai. Maka tak heran jika muncul anggapan jika lembaga survei sebenarnya adalah lembaga bayaran. Lembaga ecek-ecek dan jadi kepentingan politik kalangan tertentu.

Salah satu tokoh yang paling getol mengritisi lembaga survei adalah Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro. Dia merasa prihatin dengan banyaknya lembaga survei yang tidak profesional.

“Padahal survei itu ilmiah. Tapi kenyataannya banyak lembaga survei membohongi publik. Saatnya lembaga survei seperti itu beristigfar,” kata wanita yang akrab dipangil Wiwik ini dalam sebuah diskusi di Senayan Jakarta, Kamis (6/10/2016).

Wiwik mengakui jika dirinya sejak tahun 2008 kurang mempercayai hasil survei, karena sudah tidak lagi membela yang benar, melainkan membela yang bayar. “Pada 1999 tidak ada lembaga survei, dan baru muncul tahun 2004 saat Pilpres SBY dan 2005 saat Pilkada. Tapi, hasil survei itu justru menimbulkan konflik, karena margin error 5 %, yang bisa dimanfaatkan untuk memenangkan calon tertentu,” jelasnya.

Karena itu kata Wiwik, lembaga survei itu harus profesional, kalau tidak maka telah melakukan kebohongan public. “Jadi, parpol, media, dan lembaga survei harus profesional, transparan dan akuntabel. Boleh mencari uang, namun harus proporsional dan tidak menghalalkan segala cara. Kalau tidak, maka kita akan sulit membangun konsolidasi demokrasi ini,” pungkasnya.


Comments

Popular posts from this blog

Nasib rumah para jenderal korban peristiwa 65

Perjuangan melawan kemiskinan di perbatasan TTU

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi