Terima kasih Buni Yani dari kami anak bawang


Buni Yani berpotensi menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri. Dia merupakan pelaku penyebar video dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh petahana Basuki T Purnama (Ahok).

Warga Depok yang mengaku sebagai mantan wartawan, peneliti dan dosen ini telah melakukan pengeditan transkrip video di mana Gubernur Ahok melakukan temu wicara dengan warga Kepulauan Seribu. Yang bersangkutan telah menghilangkan satu kata dari ucapan sang Gubernur yaitu kalimat "...DIBOHONGI *PAKAI* surat AlMaidah 51 menjadi DIBOHONGI Surat AlMaidah 51.

Pernyataan Ahok terkait dengan gencarnya penggunaan firman Allah dalam QS AlMaidah 51 yang melarang memilih pemimpin kafir, sementara perihal penafsiran tersebut masih dalam wilayah itjihad atau didiskusikan di antara para ulama fiqih dan tafsir. Kata awliyya yang ditafsirkan sebagai pemimpin adalah tafsir yang dilakukan oleh masa orde baru untuk menekankan status agama Islam sebagai mayoritas.

Tapi, bagi kami para jurnalis, 'keseleo telinga' Buni Yani membawa berkah tersendiri. Kasus penyebaran video yang menyulut kemarahan umat muslim yang dilakukan Buni Yani ini mengajarkan hal-hal penting dalam dunia jurnalistik, khususnya di media online.

Akhirnya kami para jurnalis bisa lebih hati-hati untuk transkrip wawancara narasumber. Karena efeknya bisa mengacaukan segala, memelintir dan kadang melunturkan logika sehat. Minimal kami bisa belajar arti sebuah tulisan yang jujur untuk memuaskan dahaga berita khalayak.

Bahwa dari kasus Buni, kami juga tidak sekedar membangun logika speed sebagaimana yang kadang muncul di kepala kami. Bahwasanya setiap berita tidak harus karena viral agar cepat menjadi hits atau trending di media kami, tapi perlunya cek dan ricek. Verifikasi begitu kata teknisnya. Kami tidak tahu apakah Buni dulu sengaja atau hanya ingin kejar trending di Facebook. Berharap banyak yang like dan share ke mana-mana. Semoga saja tidak, Buni.

Kami bahkan iri, Buni Yani dulunya hanya sebagai dosen toh sekarang jadi terkenal seperti artis. Buni tahu, di pelosok kampung yang tidak ada TV-nya sudah tahu tentang anda gara-gara obrolan di warung kopi. Hanya sayang, masih banyak yang kurang percaya dengan dalil Buni "karena tidak pakai headset" saat transkrip omongan Ahok.

Coba Buni cek itu di Facebook atau Twitter. Banyak yang meminta Buni untuk diproses bahkan dituding sebagai dalang dari kekacauan di ibukota. Bahkan ada yang sudah membuat petisi agar Buni dusut juga dalam kasus ini. Bahkan yang lebih jahat jahatnya Buni, ada yang menyandingkan foto Buni dengan ini lah dengan itulah. Memang medsos itu jahil Buni. Terlebih meme-memenya.

Atau tidak perlu repot-repot bolak-balik ke Dewan Pers atau paling apes ke Bareskrim Polri misalnya suatu saat dilaporkan karena berita kami. Cukup verifikasi data dan menyampaikan berita apa adanya. Menjauhkan prasangka apalagi niat menjatuhkan orang. Kalaupun orang itu jatuh ya karena kesalahannya sendiri. Terlibat korupsi misalnya. Nah, itu seribu jempol Buni yang kami dapatkan jika berhasil membongkar praktik korup.

Terima kasih Buni, karena engkau juga membuat kami harus tahu jika sekolah tinggi sampai luar negeri juga kadang membuat kami khilaf. Khilaf itu datang karena kami kadang anggap sepele tentang arti kejujuran sebuah informasi.

Terima kasih juga Buni, 'pelintiranmu' membuat kami sadar ternyata toleransi itu kadang hanya di bibir saja. Kami yang kadang hangat di grup Whatsapp tiba-tiba seperti kubu-kubuan. Ada yang dituding pro Ahok dan ada yang disebut anti Ahok. Buni mungkin gak percaya tapi itu terjadi.

Terima kasih juga membuat kami ingat betapa penting menerima kritik dan agar tidak sekedar membeo saja, ikut-ikutan. Yah, minimal ada yang mengkritik berita kami yang kadang 'tendensius' dan dikira berat sebelah. Ya itu fakta Buni. Resiko menjadi jurnalis itu begitu. Dihujat dan diusir itu sudah biasa. Undang-undang Pers tidak sepenuhnya menjaga keselamatan kami di jalan, di tengah kerusuhan atau ada yang sengaja menembak mati kami karena sebuah berita.

Sekedar nasihat Buni, dari kami anak bawang yang baru lahir kemarin. Dari sebagian kami yang belum menimba ilmu sampai di negeri Paman Sam. Jangan takut kalau dilaporkan ke polisi! Jangan takut kalau diperiksa di Bareskrim. Jangan pula membela diri berlebihan seolah-olah Buni Yani terpengaruh dengan potensi tersangka itu. Karena kalaupun itu benar Ahok menistakan agama, pengadilan masyarakat lah yang Buni terima. Masyarakat akan mengadili Buni sebagai bukan biang dari kericuhan ini. Karena masyarakat tidak bodoh lagi Buni. Program pengentasan fakir miskin huruf sudah digalakkan Pemerintah melalui KIP dan KJP.

Tak perlu juga punya rencana membangun opini atau konferensi pers di hotel mewah. Cukup diam dan doa. Karena suara hati dan Kebenaran Allah SWT akan melapangkan hati Buni untuk mengakui yang sebenarnya. Karena semakin membela diri semakin kuat juga desakan untuk memproses Buni nantinya. Ingat kasus Jessica lho Buni, dia ngotot tapi penjara 20 tahun juga kan!

Hanya sayang Buni, gara-gara rekaman itu membuat Ahmad Dhani keceplosan dan mengatai 'ingin kukatakan anjing' saat demo kemarin. Bumi tahu, dia calon wakil Walikota di Bekasi tapi kini dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh orang-orang Jokowi.

Sekali lagi Buni, terima kasih. Karena engkau membuat kami ingat kembali kejujuran rukun 5 W 1 H.

Comments

Popular posts from this blog

Nasib rumah para jenderal korban peristiwa 65

Perjuangan melawan kemiskinan di perbatasan TTU

Gereja Ayam, simbol kebangkitan pribumi